Mediabintang.com, Pasuruan – Polemik terkait perombakan pimpinan alat kelengkapan DPRD (AKD) Kabupaten Pasuruan yang dilaksanakan pada pertengahan Desember 2024 masih terus berlanjut. Keputusan tersebut kini berpotensi bermasalah secara hukum, dan DPRD Pasuruan masih menunggu klarifikasi dari Biro Otonomi Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim).
Pernyataan tersebut muncul setelah sejumlah aktivis yang tergabung dalam Gerakan Rakyat untuk Transparansi dan Akuntabilitas Publik (Gertap) melakukan audiensi di Gedung Parlemen Daerah pada Sabtu (6/1). Ketua DPRD Kabupaten Pasuruan, Samsul Hidayat, menyebutkan bahwa perombakan pimpinan AKD tersebut bertujuan untuk mengakomodasi usulan dari sebagian besar fraksi di DPRD yang menginginkan adanya perubahan. “Jika ditanya apa urgensinya, memang belum terlihat kinerja mereka, tetapi kami kembalikan bahwa ini adalah keputusan politik,” ujar Samsul.
Menurut Samsul, mayoritas fraksi di DPRD sepakat dengan keputusan untuk mengganti pimpinan AKD, meskipun dalam Peraturan Pemerintah (PP) 12/2018 dan Tata Tertib (Tatib) DPRD tidak ada aturan yang jelas mengenai alasan pemberhentian pimpinan alat kelengkapan DPRD. Oleh karena itu, keputusan untuk mengganti pimpinan dapat didasarkan pada keputusan politik yang disepakati dalam rapat paripurna DPRD.
Para pimpinan AKD yang baru akan melanjutkan masa jabatan yang tersisa selama 2 tahun 6 bulan. Namun, keputusan ini menuai kontroversi. Hanan, perwakilan dari Gertap, mengkritik kurangnya transparansi dalam proses konsultasi yang dilakukan oleh DPRD. Menurutnya, konsultasi yang diklaim dilakukan dengan Biro Otonomi Daerah Pemprov Jatim tidak dapat dibuktikan secara administratif, karena tidak ada dokumen resmi yang mencatat hasil konsultasi tersebut. “Bagaimana mungkin konsultasi terkait kelembagaan dilakukan tanpa ada dokumen administratif? Ini sangat disayangkan,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Pasuruan, Rias Yudikari Drastika, juga menyuarakan ketidaksetujuannya terkait proses tersebut. Ia mengaku tidak dilibatkan dalam konsultasi yang dilakukan oleh pimpinan DPRD ke Pemprov Jatim. “Paripurna yang digelar pada 19 Desember lalu seharusnya hanya menjadwalkan pengesahan tata tertib, tetapi malah berujung pada pemilihan pimpinan AKD. Kami dari partai Golkar merasa keputusan ini tidak sesuai ketentuan,” ujarnya.
Rias kemudian menginisiasi langkah untuk mendatangi Kepala Biro Otonomi Daerah Pemprov Jatim yang juga merangkap sebagai Plt Kepala Biro Hukum. Hasil dari konsultasi tersebut mengungkapkan bahwa perombakan pimpinan AKD yang dilakukan setelah tiga bulan tidak sesuai dengan ketentuan, meskipun alasan politik menjadi dasar pengambilan keputusan.
“Setelah mendapatkan jawaban yang jelas, kami meminta agar DPRD mengirim surat resmi ke Pemprov Jatim untuk mendapatkan jawaban tertulis. Kami berharap jika tidak ada intervensi politik, jawaban tersebut akan menjadi pelajaran berharga bagi kita ke depannya,” tambah Rias.
Menanggapi hal ini, Samsul Hidayat mengungkapkan bahwa DPRD Kabupaten Pasuruan akan menunggu jawaban resmi dari Pemprov Jatim. “Jika jawaban dari Pemprov Jatim menguatkan pendapat Kepala Biro Otonomi Daerah, kami akan menyampaikannya kepada forum pimpinan dan fraksi,” tutupnya.
Polemik ini semakin menarik perhatian masyarakat, karena perombakan pimpinan AKD dianggap bisa berdampak pada kinerja DPRD Kabupaten Pasuruan ke depan. Proses hukum yang masih bergulir ini juga menjadi perhatian banyak pihak, terutama terkait dengan transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan di lembaga legislatif. (Atm)